KAPUAS HULU, infokapuashulu.id – Enam PMI non prosedural yang berasal dari Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), diamankan Polisi.
Keenam PMI tersebut ditangkap ketika hendak masuk ke negara Malaysia melalui jalur tidak resmi yang berada di wilayah perbatasan RI-Malaysia Kecamatan Badau, Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.
Kapolres Kapuas Hulu, AKBP Hendrawan, melalui Kasat Reskrim Polres Kapuas Hulu, Iptu Rinto Sihombing, memaparkan kronologis kejadian, yakni berawal ketika pihak Polsek Badau mendapatkan informasi bahwa ada taxi (travel) yang akan mengangkut penumpang, yang diduga akan diseberangkan ke Negara Malaysia melalui jalur tidak resmi yaitu tidak melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) atau Border dari kedua negara, baik Indonesia maupun Malaysia di wilayah tersebut.
Menindaklanjuti informasi yang didapat tersebut, lanjut Iptu Rinto Sihombing, pihak Polsek Badau kemudian melakukan operasi kepolisian yakni razia di poros Jalan Lintas Utara, tepatnya di Dusun Batu Ampar, Desa Tinting Seligi, Kecamatan Badau. Jumat (26/04/2024) lalu.
Sekitar pukul 11.00 WIB saat melaksanakan razia, tiba-tiba melintas satu unit kendaraan roda empat jenis Toyota Avanza berwarna merah bernomor polisi KB **** EH, yang dikendarai E, yang sekaligus pemilik kendaraan, yang merupakan warga Kecamatan Badau.
“Saat kendaraan tersebut diberhentikan, didapati enam penumpang yang semuanya laki-laki, yang berasal dari daerah yang sama yakni dari Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat,” ujar Iptu Rinto Sihombing kepada wartawan, Selasa (14/05/2024).
Dijelaskan Rinto, enam orang beserta sopir dan kendaraan yang mereka gunakan tersebut akhirnya diamankan ke Mapolsek Badau, yang selanjutnya dibawa ke Mapolres Kapuas Hulu.
“Keenam orang itu yakni B, MH, J, MA, M dan S,” jelas Iptu Rinto.
Menurut Rinto, saat masih berada di Lombok Timur, keenam orang tersebut sebelumnya telah menghubungi dan bertemu dengan U, yang merupakan Agen atau orang yang mengaku bisa membantu memasukkan orang untuk bekerja di Malaysia.
“Setelah mereka bertemu, U kemudian meminta mereka untuk menyediakan uang sebesar Rp7 juta per orang. Uang tersebut untuk biaya transportasi sampai di Kapuas Hulu tepatnya di Badau, yang kemudian diantar ke Nagara Malaysia. Sementara untuk keuntungannya akan dibagikan oleh U dengan S, yang merupakan warga Badau. Selanjutnya U menentukan waktu keberangkatan yakni tanggal 24 April 2024, dimana keenam orang tersebut dijemput di tempat tinggalnya masing-masing dan kemudian dibawa ke Bandara Internasional Lombok,” terang Rinto.
Lebih lanjut Rinto menjelaskan, saat tiba di Bandara Internasional Lombok, keenam orang tersebut kemudian diberi arahan oleh rekan dari U yang tidak diketahui namanya.
“Tiket pesawat terbang kemudian diserahkan kepada keenam orang tersebut yakni tiket pesawat Lion Air dengan rute penerbangan dari Bandara Internasional Lombok menuju Bandara Surabaya dan dari Surabaya menuju Bandara Supadio Pontianak. Setibanya di Bandara Supadio Pontianak, rekan U kemudian mengarahkan seseorang untuk menjemput dengan satu unit mobil jenis Toyota Avanza yang dikendarai E, yang juga sekaligus pemilik kendaraan tersebut,” tutur Rinto.
Pada keesokan harinya, yakni Kamis (25/04/2024) sekitar pukul 08.00 WIB, kendaraan yang dikendarai E beserta enam orang tersebut berangkat dari Pontianak menuju Badau. Mereka tiba di Badau pada Jumat (26/04/2024) sekitar pukul 10.00 WIB.
“Rencananya setelah tiba di Badau, keenam orang tersebut akan diantar ke rumah milik S. Setelah itu S akan menghubungi U untuk memberitahukan bahwa keenam orang tersebut telah tiba di Badau karena S meminta bayaran kepada U dengan cara ditransfer melalui rekening bank miliknya sebagaimana yang telah disepakati sebelumnya antara S dan U yakni sebesar Rp900 ribu per orang,” sebut Rinto.
Berdasarkan keterangan S, ia mengaku dihubungi oleh U, untuk bekerjasama memfasilitasi PMI non prosedural tersebut ke Negara Malaysia, dimana setelah tiba di Malaysia, mereka akan dipertemukan dengan seseorang berinisial A.
Rinto mengungkapkan, dari hasil penyidikan, diketahui bahwa S dan U telah melakukan hal yang sama sebanyak dua kali, dimana yang pertama dilakukan sebelum puasa yakni pada Bulan Februari 2024. Saat itu mereka memasukkan PMI ke Malaysia sebanyak tiga orang.
Adapun dalam melakukan pengiriman PMI tersebut, S tidak memiliki perusahaan yang bergerak di bidang penyedia atau penyaluran PMI, sehingga dalam kasus tersebut S dipersangkakan dengan Pasal 81 Jo Pasal 69 Undang-undang RI Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang berbunyi “Orang perseorang dilarang menempatkan Pekerja Migran Indonesia”.
“Ancaman maksimalnya yakni 10 tahun penjara dan denda paling banyak Rp15 miliar,” ungkap Iptu Rinto Sihombing. (ROV)